Minggu, 20 November 2011

Sepotong Percakapan Kecil dibawah Hujan


“Kenapa kamu sendirian di bawah hujan?” Aku mendekati seorang anak laki-laki yang sedang duduk meringkuk di bawah nyanyian hujan yang tumpah dengan lumayan deras.

“Eh…” Dia sedikit terkejut mendapati diriku sudah berada disampingnya.

 “Nanti kamu kedinginan lho, sinih aku payungi” Aku berjongkok disampingnya agar dapat mensejajarkan pandangan ku seraya memayunginya.

“T- terima kasih” Ucapnya terbata-bata sambil tersenyum ke arahku. Ah, kamu berbohong, walaupun lengkung bibirmu membentuk senyum, tapi tetap saja aku tau kamu sedang tidak tersenyum. Tergamabrkan dari kedua sorot matamu yang memancarkan kesedihan dan kesepian, tapi ada perasaan bahagia dibalik itu. Kamu itu.. ah tidak dapat dijelaskan dengan rangkaian kata saat aku melihat matamu. Rumit.

Aku pura-pura mengabaikan kesedihan yang terlihat dari matamu itu “Ibuku selalu cerewet kalau aku hujan-hujanan. Bilang aku bisa pusing lah, flu lah... Padahal mana mungkin sih, butiran-butiran yang masih murni ini penyebab penyakit? Itu semua tergantung daya tahan tubuh kan?” cerocosku panjang lebar.

“Eh, i-iya iya” Kamu merespon seadanya.

“Dan ibu selalu bersikukuh agar aku membawa payung setiap hujan. Menyebalkan sekali. Padahal kan, jauh lebih asyik bila kita berlarian di bawah hujan. Merasakan tetes-tetes air hujan menerpa wajah kita.Kamu juga suka hujan kan?” Kembali aku melanjutkan pendapatku tentang hujan padamu dengan suara yang sengaja aku imbangkan dengan hujan. Hujan ini tidak mau kalah menyanyikan iramanya, padahal aku juga sedang memainkan irama percakapanku sendiri.

“Iya” Lagi-lagi kamu merespon sangat amat seadanya. Tapi tak apalah, itu saja sudah cukup bagiku karena berarti setidaknya apa yang aku katakan terdengar olehmu.

”Hahaha, sudah aku tebak. Matamu bahagia bila hujan turun.” Jelas-jelas aku sedikit berbohong saat mengatakan ini, karena ada perasaan sedih sekaligus bahagia yang terbaca pada matamu.

“Hmmm” Kamu sedikit menarik bibirmu membentuk senyum.

”Aku juga sukaaaa sekali dengan hujan. Bagaimana melihat tetesan hujan berlomba-lomba membasahi tanah, menimbulkan wewangian yang menyenangkan. Bagaimana irama hujan yang berkeretak menerpa atap-atap. Dan yang paling aku suka, bagaimana hujan menimbulkan perasaan tertentu.” Aku bercerita tentang hujan dengan sangat bersemangat padamu.

”Perasaan seperti apa?” Ini pertanyaan pertama yang terlontar dari bibir kecilmu, aku mengambil kesimpulan berarti kamu mulai tertarik dengan cerita hujanku.

”Perasaan yang... entahlah. Aku tidak bisa menjelaskan. Rasanya seperti bahagia, tapi ada suatu bagian dalam hujan  yang menimbulkan perasaan semacam sedih, kesepian − atau damai?? Sepertinya itu rindu, walau kadang aku tak tahu sedang merindukan apa. Apa kau paham maksudku?”

”Aku paham...” Katamu, seolah memang mengerti sekali dengan apa yang aku katakan.

”Itulah mengapa orang-orang selalu terinspirasi oleh hujan. salah satu cara yang pernah aku lakuin waktu aku ngerasa udah ngelakuin sesuatu yang salah aku selalu beranggapan Allah memang menurunkan hujan salah satunya dengan tujuan itu, aku akan merasakan kesalahan yang aku lakukan "terhapus", menangislah jika memang kamu membutuhkannya. Takkan ada seorangpun yang mengetahui kamu sedang menangis karena hujan menutupi kesedihanmu

”Oh...” Responmu sama seperti sebelum-sebelumnya.

”Ah, maaf! Aku terlalu banyak bicara ya?? Kamu pasti terganggu olehku… Banyak orang yang bilang aku terlalu berisik, sampai− “ Aku merasa harus minta maaf padanya karena mulutku yang dari tadi mengeluarkan kalimat-kalimat panjang ini.
Dia memotong kalimatku “Aku sama sekali tidak merasa terganggu.”

“Ah, kau baik sekali. Kebanyakan orang justru menganggapku menyebalkan, dan beberapa dari mereka malah sudah menyiapkan lakban ketika aku mulai bercerita,hahaha. Oh ya, ngomong-ngomong, apa yang paling kamu suka dari hujan?”

“Kamu. Dan payung merahmu. Seperti saat ini…”
Aku terdiam, tenggelam dalam sorotan matamu yang rumit itu dan dalam hujan yang sekarang bebas membasahi tubuhku karena payungnyang aku pegang  terlepas dari genggamanku. Hujan kini membasahi kita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar