Minggu, 10 Juli 2011

Hujan Yang Menari


Hujan Yang Menari
Oleh : Juli Novita Sari

Pagi cerah hari ini disambut oleh embun yang berjatuhan, tetes-tetes embun masih bisa kurasakan saat hawa dingin menusuk tubuhku dan itu kurasakan ketika aku membuka jendela kamarku yang bergordenkan bunga-bunga kecil berwarna biru muda kesukaanku. Ketika sedang membuka jendela aku berbisik pada sang pagi ‘Selamat pagi dunia, selamat pagi Fevita’. Dan tidak lama setelah aku dibangunkan oleh sang mentari, aku langsung menuju kamar mandi, tentunya dengan langkah gontai. Aku menuju kamar mandi,lalu kemudian mengambil air wudhu.
Disela doaku sehabis shalat subuh, aku selalu menyelipkan nama kedua orang tuaku, semua orang-orang yang kusayang dan itu berarti aku juga menyelipkan nama Reihan. Setelah selesai menghadap Tuhan aku bersiap-siap untuk berangkat kesekolah.
“Ma, hari ini Fe bawa bekal ya, soalnya kalau Rabu sering gak sempat ke koperasi” kataku pada mama sambil menyeruput susu Milo buatan mama yang sudah disiapkan beliau selagi aku memakai pakaian.
Tidak lama kemudian Mama pun datang dengan kotak bekal yang berisikan nasi goreng buatannya dan dengan botol minum bewarnakan hijau muda.
“Ini bekalnya” kata mama sambil menyodorkan kedua benda itu kepadaku.
“Makasih Ma” aku meletakkan bekal-bekalku kedalam tas oranyeku
“Fe pergi sekolah yaa, assalamualaikum” teriakku dari teras rumah setelah memakai sepatu.
Hari ini aku sendiri yang mengendarai motor, tapi terkadang Ayah yang mengantarkanku. Setengah dari perjalananku menuju sekolah, gerimis mempercepat laju motorku. Aku terpaksa menerobos tirai air itu, meski membuat seragam dan tubuhku basah. Tadi subuh langit masih cerah menyinari bumi tapi sekarang awan menangis dengan tiba-tiba. Tapi aku suka merasakan sejuk anginnya yang menggelitik manja.
Aku tiba di sekolah dua puluh menit lebih cepat dari waktu yang sudah ditentukan. Diparkiran aku bertemu dengan seseorang yang sangat ingin aku temui, yaitu seorang laki-laki yang sedang memarkirkan motornya dengan pakaian dan rambut yang dibasahi oleh rintik hujan. Itu membuat penampilannya semakin ingin membuatku tersenyum dan menyapanya.Ternyata ia sadar bahwa ada seorang perempuan disudut parkiran ini sedang asyik memperhatikannya,lalu ia melemparkan senyumannya pada perempuan itu, dan perempuan itu adalah aku. Sontak aku pun juga tersenyum ke arahnya, laki-laki itu ialah Reihan.

***
Seperti hari-hari biasanya, Rabu adalah hari yang tidak terlalu menyenangkan bagiku, teman-teman pun memberi sebuah sebutan pada sang Rabu untukku ‘Rabu Bukan Harinya Fevita’. Keadaan yang tidak terlalu menyenangkan itu semakin dikuatkan dengan kejadian sekarang ini.
Aku tidak mengerjakan catatan Sosiologi, lebih tepatnya aku lupa mengerjakan catatan tersebut. Sedangkan aku tau, Ibu Yurlita selalu memeriksa catatan setiap murid untuk kemudian di paraf dan diberi nilai. Walaupun nilai yang diberikan hanya berupa sebuah huruf alphabet, tidak seperti ketika aku SD, jika catatanku bagus akan diberi nilai sepuluh dan jika kurang bagus akan diberi nilai dibawah sepuluh.
“Osa, Osa, Osaaa..” setengah berteriak aku memanggil Osa di dalam kelas sambil mencari-cari orang yang akan menjadi dewi penolongku itu. Dan alhasil, aku langsung menemukan sosok Osa yang sedang berbicara dengan Mey. Tanpa harus menghabiskan banyak waktu lagi aku menghampirinya.
“Osa, pinjem catatan Sosiologi dong” pintaku setengah memohon dan memaksanya.
“Yaudah bentar ya Osa ambil dulu” ia menuju mejanya.
“Oke bos” kataku dengan tangan disamping kepala sehingga membentuk tanda hormat.
Aku langsung menyalin catatan di meja dan kursiku sendiri, tentunya dengan tergesa-gesa. Osa duduk di kursi depan mejaku sambil bergeleng-geleng melihat aku dan jariku yang sibuk menari cepat di atas buku tulis.Aku sudah menyalin catatan sebanyak satu halaman dan itu harus terhenti karena kedatangan Acha.
“Fevitaaa, kamu lupa ya? Hari ini kan kita piket” Acha berkata sambil setengah memarahi, setengah berteriak, setengah menyuruh dan setengah membentak padaku.
Aku menepuk jidatku “Oh iya aku lupa hari ini aku piket,yaudah aku piket sekarang” Aku langsung buru-buru merapikan buku-buku, pulpen dan kotak pensil ke dalam laci, lalu aku langsung meraih sapu yang berada si belakang pintu dan kegiatan piket pun dimulai.

***
            Pukul 07.45 bel masuk berdering, menandakan kegiatan belajar mengajar akan segera di mulai. Aku segera duduk di mejaku untuk memulai pelajaran pertama pada hari ini, yaitu Ekonomi. Ternyata masih belum selesai hal yang tidak menyenangkan terjadi padaku hari ini, Ketika guru Ekonomi yang sekaligus merangkap sebagai wali kelasku memasuki ruang kelas X.1 ini, beliau mengatakan hal yang merupakan pilihan kami yang sangat terakhir yang ingin kami dengar dari setiap guru.
“Anak-anak, hari ini Ibu akan mengadakan ulangan”
“Haah?” itulah kata pertama yang keluar dari mulut kami, lalu disambung dengan keributan kami lainnya.Dari setiap sudut kelas aku mendengar teriakan mereka “Bu, jangan hari ini dong”
“Aduh bu, kami belum belajar”
“Bu saya masih belum terlalu mengerti bab ini”
Dan masih banyak kata-kata keluhan dari mereka, dari keributan itu ada juga yang langsung membuka buku Ekonomi dan membacanya, sangat cepat.
“Sudah, sudah..Ibu hanya ingin mengetahui apakah dirumah kalian ada belajar atau tidak. Keluarkan kertas selembar dan masukan semua buku ke dalam tas”
Tentu aku akan menjawab bahwa aku tidak belajar Ekonomi semalam. Kecuali jika besoknya aku sudah tau akan diadakan ulangan, maka aku akan rela meninggalkan semua kegiatanku, termasuk membuka situs jejaring sosial, seperti Facebook atau Twitter.

***
Pelajaran terus berlanjut  dan berlanjut tanpa mau memberiku waktu untuk menyelesaikan catatatan Sosiologi. Tapi entah beruntung atau tidak, aku masih sempat mengerjakan catatan tersebut ketika jam istirahat. Aku mengorbankan waktu istirahatku dikelas untuk menulis dan menulis.
“Fe belum siap nyatat ya? Buruan! Sebentar lagi jam istirahat selesai” Mey menghampiri mejaku sambil membawa tahu isi dan jajanan koperasi lainnya. Mey memang lebih suka menghabiskan uang sakunya ke koperasi ketimbang ke kantin, itu juga berlaku padaku, Osa dan juga Acha. Bahkan kami selalu pergi bersama ke koperasi. Pengecualian untuk hari ini, karena aku terpaksa harus mengerjakan catatan.
“Belum Mey, sedikiiit lagi” Kataku sambil tetap terus mengerakkan jari-jariku diatas buku tulis tanpa melihat ke arah lawan bicaraku.

***
Pukul 12.40, masih 1 jam lagi bel pulang sekolah berdering. Sementara diluar, hujan perlahan turun membasahi bumi pertiwi, derasnya hujan semakin menggodaku untuk tidak berhenti melihat keluar jendela kelas, aku mereka-reka wajah Reihan. Hujan semakin senang menjatuhkan bulir-bulir airnya di atas tanah basah. Dia juga membasahi pohon-pohon yang ikut menari menikmati gelitik deras airnya.
Pukul 12.60, hujan masih menari-nari diluar sana, memainkan irama sederhana yang mungkin hanya bisa di dengar oleh mereka yang membiarkan tubuhnya basah oleh gemericik air. Irama hujan beradu merdu dengan riuhnya kelasku.
Kiki, masih sibuk dengan cerminnya yang sejak tadi ia genggam dengan mesra. Pinky sibuk dengan benda penghibur yang sengaja di setting silent bernama handphone. Sekolah sudah melarang murid-muridnya membawa handphone,tapi bagi Pingky himbauan itu hanya sekedar alunan lagu lalu yang berkali-kali di dengar. Yoga sibuk mendengar suara Ritzi, suara yang sedang bersenandung “Malam ini hujan turun lagi, bersama kenangan yang ungkit luka di hati” Diary Depresiku, lagu yang pantas dinyanyikan kala hujan berusaha menyamarkan suara guru Sejarah yang sangat kami cintai itu. Sedangkan aku, mataku melihat ke arah guru Sejarah di depanku tapi otakku tidak, seseorang terus mampir di otakku dan menancapkan semua hal tentangnya di setiap sel-sel impuls otakku dan dia lagi-lagi adalah Reihan.
Pukul 13.25 hujan berhenti menari-nari, dia ingin mencari tempat lain dimana banyak orang yang lebih menghargai irama rintikkan yang diciptakannya. Hanya tersisa suara guntur dan bisik angin nakal yang terlihat meninabobokan pohon-pohon disekitar kelasku. Dan di saat hujan berhenti bernyanyi, bel sekolah bergeming sehingga menimbulkan suara panjang yang menandakan kegiatan belajar-mengajar usai, lalu diikuti oleh suara riuh murid-murid yang tidak ingin kalah dari suara bel yang berdering.
Aku sudah berada diluar kelas dan menyandarkan diri ke dinding ke tembok untuk menunggu Mey yang masih belum selesai merapikan peralatan sekolahnya. Selagi menunggu Mey.Aku,Acha dan Osa berbicara tentang seharian ini di sekolah.
“Padahal nomor 3 tadi aku tau jawabannya, tapi aku ragu” kata Acha dengan wajah keruh.
“Aku juga, mana semalam aku sama sekali gak belajar” timbal Osa.
Aku tidak terlalu memfokuskan diri pada kata-kata mereka karena di sudut kiri ujung mataku, aku melihat seseorang yang lebih menarik perhatianku.
“Hei Pay”Reihan menyapaku dari depan kelasnya. Ya, kelasku dan kelas Reihan bersebelahan. Reihan adalah kakak kelasku yang duduk si kelas sebelas, usia kami hanya berselisih satu tahun.
“Jangan panggil aku Pay!” sautku dengan nada ngambek padanya, dia jalan menghampiriku dan aku pun sedikit berjalan ke arahnya memisahkan diri dari keramaian depan kelasku.
“Nama kamu kan memang Pay.Haha…jangan manyun.Kamu udah jelek, nanti tambah jelek loh” katanya mengejekku sambil menjepit hidungku dengan jari tengah dan telunjuknya.
“Bukan. Nama aku itu Fe, Fevita Pappilliona! Iya aku tambah jelek kalo kamunya terus jepit-jepit hidungku kayak barusan” tuturku sambil menepis tangannya dari hidungku.
“Nama apaan tuh? Payvita Paprika? Namamu aja aneh gitu” Reihan terus mengejekku, kali ini sambil menjulurkan lidahnya dan tertawa dengan besar.
“Iya, aku tau kok nama kamu kan paling bagus seduniaaa, Narendra Reihan!” pujiku dengan nada kesal padanya.
“Han, yuk balik! Jangan asik pacaran” panggil temannya bernama Oza. Oza ialah salah satu teman kelasnya Reihan yang paling dekat dengannya.
“Aku mah ogah pacaran sama kue Pay ini! Iya,ini aku mau langsung ke parkiran” Reihan terus mencelaku. Tapi ada yang lain dari kata-katanya barusan, kata-katanya barusan membuat hatiku seperti tertusuk benda tajam dan itu sangat sakit.
“Hati-hati loh Han ntar malah sebaliknya, hahaha” Oza menertawai Reihan.
“Aku juga ogah pacaran sama kamu yang selalu ngejek aku” timbalku di sela omongannya Oza.
“Hahahaa yaudah aku balik ya Pay Pay, sampai jumpa besok” Reihan mengusap kepalaku,lalu Oza merangkul pundaknya dan membawa laki-laki yang tadinya berdiri di depanku itu menjauh.
“Iya iyaa pergi sonoh!” usirku.
Acha, Mey dan Osa mengagetkanku “Hayooo, ciee yang barusan disamperin Reihan, kita-kita dilupain deh” kata mereka bertiga padaku dengan raut muka menggoda.
“Hehe kaliannya asik ngobrol tentang ulangan sih, aku gak nafsu bahas ulangan tadi” jawabku asal pada ketiga sahabatku itu.
“Yaudah yuk pulang!” ajak Osa menyudahi obrolan kami.
“Yuk, eh Pay gak pulang sama Reihan nih? hahaha” Ledek Mey dan Acha sambil memainkan alis mereka naik turun lalu kemudian mereka lari, sebelum aku duluan membuat badan mereka sakit dengan cubitanku.
“Ehhh awas ya kalian!”aku mengejar mereka berdua diikuti Osa.
“Hahahaha” kami berempat tertawa lepas. Seperti inilah yang kami lakukan sepulang sekolah. Aku sayang pada mereka bertiga, mereka sahabat terbaik yang pernah aku miliki. Kami sudah tiga tahun menjalin persahabatan dari bangku Sekolah Menengah Pertama hingga sekarang ini. Terimakasih Tuhan telah memberiku sahabat yang sempurna seperti mereka.

***
Senja yang menenangkan selesai menyapa. Mentari sedikit menarik diri ke kaki langit, dia  butuh istirahat karena lelah bekerja seharian menyinari seluruh langit ini, walaupun sebagian tugasnya diambil alih oleh hujan yang menari-nari riang dikota ini. Bulan pun muncul dan tersenyum bersama bintang-bintang yang menari bersama kilauannya.
Aku meraih benda tak berdenyut arteri yang bernama handphone, setelah benda itu mengeluarkan bunyi menandakan adanya pesan masuk. Aku membaca inboxku, tertera nama Reihan pada layar handphoneku, aku tersenyum-senyum sendiri membaca smsnya.
‘Malam Pay, lagi apa? Aku kesal ni, tadi waktu maen futsal tim aku kalah.Aku kecewa, soalnya belakangan ini sering kalah’
“Reihan…Reihan…” kataku dalam hati sambil menggelengkan kepala, ia langsung bercerita tentang masalahnya padaku tanpa mau memberiku waktu untuk menjawab pertanyaannya barusan. Tapi itulah Reihan yang ku kenal, ia orang yang blak-blakkan.
Reihan adalah laki-laki dengan wajah yang terbilang manis menurutku, mata bulat, hidung mancung dan berkulit sawo matang. Perkenalan kami sederhana dan tidak disengaja. Reihan awalnya hanyalah teman dari temanku, aku lupa entah bagaimana awalnya aku dan dia mulai berteman dan dekat seperti sekarang ini. Dia adalah pendengar yang baik, dia juga pencerita yang baik karena ceritanya selalu menyenangkan dan menyegarkan. Dia mengajak pikiranku untuk melihat sepak bola dari sisi yang berbeda. Dia menjelaskan padaku bagaimana politik bisa mempengaruhi sepak bola.Sungguh, aku mencintai isi otak laki-laki ini.Pandangannya selalu berbeda, isi otaknya memukau dan aku mencintai jalan pikirannya.
Narendra Reihan,begitulah nama lengkap sosok laki-laki yang mungkin telah diciptakan Tuhan sebagai pemberi perhatian dengan kualitas terbaik untuk setiap perempuan yang dikenalnya. Tapi,ada beberapa hal yang aku benci dari dia. Dia sering menyembunyikan rasa sakit,rasa lelahnya dan segala masalahnya. Dia pun sering lupa makan dan tidak pernah ingat makanan apa yang telah masuk ke mulutnya. Tapi, dengan segala kebiasaannya yang dia punya, aku senang jika smsnya mampir di inbox handphoneku.
Aku memainkan jari-jariku pada keypad handphoneku dengan lincah.‘Malam juga Rei. Kalah menang biasa dalam permainan, besok besok tingkatin lagi aja usaha dan kerja sama timnya :)’
Jajaran huruf yang sudah ku ketik itu terkirim padanya dan hanya dalam hitungan menit ia sudah membalasnya lagi.
Malam itu terasa sangat menyenangkan bagiku,menghabiskan waktu dengan seseorang yang kusuka walaupun hanya dalam barisan kata-kata pada sebuah layar handphone. Dia sukses membuat hidupku tidak monoton, dia salah satu warna bagi hidupku.
***
5 bulan sudah semuanya berjalan dengan cepat, tidak terasa sudah 5 bulanan aku dan Reihan dekat seperti ini, kami adalah dua orang yang sudah lama dekat yang tidak pernah membicarakan tentang hati kami. Kami selalu bercerita tentang apa yang terlintas dan ingin diceritakan saat itu juga. Sempat terlintas di pikiranku ingin mengetahui isi hati Reihan terhadapku, tapi pikiran itu langsung ku tepis, aku takut mengetahui pernyataan dari Reihan.
***
“Hei Pay! Dari mana? Koperasi yuk!”sapa Reihan mengagetkanku saat aku sedang berjalan hendak menuju koperasi.
“Hmm, iya aku juga mau ke koperasi nih” jawabku sambil tersenyum padanya.
Kami berjalan bersama menuju koperasi,tapi kami berdua hanya diam di setengah perjalanan. Seperti ada yang sedang kami pikirkan tapi tidak bisa terucapkan.
Reihan membuka pembicaraan “Oh iya, kok tumben gak bareng Mey, Osa dan Acha?”
“Mereka udah duluan dan ninggalin aku” jawabku.
“Haha kalian macem teletubbies kalo sedang sedang berjalan berempat” tutur Reihan dengan tertawa.
“Mulai lagi nih, ngajak perang? Iyaa? Ngajak perang?” ancamku.
“Iya deh aku ngalah sama anak kecik” kata Reihan,ia tidak mengatakan ‘anak kecil’ tapi dia selalu mengatakan ‘anak kecik’, itu salah satu hal yang khas dari seorang Reihan.
“Iya deh tau yang udah besar” aku membalas kata-katanya tidak mau ketinggalan.
Kebersamaan kami memang terlihat biasa, tapi luar biasa bagiku. Mungkin saat-saat seperti ini akan kurindukan nantinya.

***
Malam ini, malam minggu, malam yang biasanya di pakai kebanyakan orang menghabiskan waktu bersama orang yang di sayanginya, entah itu bersama keluarga, sahabat, sekalipun pacar.
Aku termasuk salah satu orang yang sangat beruntung karena bisa menghabiskan waktu bersama keluargaku. Keluarga kami selalu menyempatkan diri ke Pasar Bathupat, atau ke café lainnya di sekitar sini untuk menyantap makan malam.
Di sela makan malamku bersama Mama dan Ayah, handphoneku berdering, menyanyikan lagu A Year Without Rain dari Selena Gomez tanda masuknya sebuah pesan.
Aku tersenyum melihat pengirimnya, Reihan. Dia mengirimkan kata-kata cinta. Aku membaca pesan itu sekali lagi,Reihan tidak pernah mengirim kata cinta untukku. Lalu aku membalas smsnya
‘Lagi jatuh cinta ya?’ Sms itu terkirim padanya, tapi hatiku penasaran. Reihan jatuh cinta sama siapa? Apa maksud kata-katanya tadi? Untukku? Sebuah pesan mengangetkan lamunanku.
‘Lihat baik-baik dong pesannya! Gimana keren gak kata-katanya?’
Aku membuka lagi sms Reihan yang pertama kali ia kirimkan tadi, aku terkejut mendapati akhiran sms dia yang bertuliskan nama seseorang dan nama itu bukan namaku.
‘Gimana Pay? Bagus gak? Kata-kata ini rencananya mau aku kirim ke Kenaya’ Reihan mengirimiku sebuah sms lagi, mungkin karena aku juga tidak kunjung membalas smsnya.
Aku langsung mengatai diriku sendiri dalam hati ‘Fe kenapa kamu bodoh gak baca smsnya sampai habis? Jelas-jelas itu bukan untukmu, mana mungkin Reihan suka sama kamu’
Aku melanjutkan lamunanku, Kenaya adalah temannya Reihan. Belakangan ini Reihan memang sering bercerita tentang Kenaya padaku. Tapi aku tidak peka akan hal itu, aku kira itu hanya sekedar cerita biasa.
Aku membalas sms Reihan ‘Oh, iya iyaa bagus kok kata-katanya. Kamu suka sama Kenaya ya?’ Aku sebenarnya takut mendengar jawaban Reihan. Dan aku berharap jawabannya ‘tidak’, tapi kenyataan membalik harapanku.
‘Iya, rencananya malam ini aku mau ngutarain isi hati aku, kamu dukung aku kan?’
‘Oke aku selalu dukung kamu kok. Semoga lancar ya’ Reihan tidak membalas smsku lagi.
Keadaanku tidak terlalu baik setelah mengetahui sebuah pernyataan dari Reihan. Aku dan Reihan hanya teman biasa dan aku tidak boleh melarangnya dekat dengan siapapun.Aku juga tidak boleh marah pada orang yang sedang dekat dengan Reihan. Aku senang jika Reihan menemukan seseorang yang bisa membuatnya nyaman dan bahagia. Tapi ada hati yang menangis disini, aku seperti tidak rela melepaskannya bersama orang lain.
“Fe, dimakan dong makanannya, jangan asyik ngelamun” Mama mengagetkanku dari lamunanku.
“Iya ma, ini dilanjutin kok” jawabku tersenyum pada mama. Mama membalas senyumanku lalu lanjut mengobrol dengan Ayah. Makanan yang masuk ke mulutku terasa hambar. Tidak ada rasa.
Sepulang dari makan malam Reihan kembali mengirim sms padaku.
‘Pay, aku dan Kenaya sekarang sudah jadian. Aku senang loh, besok aku certain ya ke kamu gimana prosesnya tadi,hehe.. Oke selamat malam dan selamat tidur Pay’
Aku mencoba tersenyum membaca sms itu, tapi kali ini aku tidak sanggup lagi berpura-pura untuk tersenyum. Tiba-tiba airmata jatuh dari mataku hingga membasahi handphone yang masih ku pegang. Selamat untukmu Reihan, aku ikut bahagia jika kamu bahagia.

***
Sekolah bubaran seperti biasa, pukul 13.40. Aku langsung menuju parkiran bersama ketiga sahabatku. Tiba-tiba dari kejauhan terdengar suara Reihan memanggilku.
“Pay…Pay, sombong ya belakangan ini” katanya padaku setengah menggoda.
“Ah, masak sih? Haha” aku menjawab tanyanya di ikuti tawa. Tawa yang bukan dari hatiku.
Tiba-tiba Kenaya datang menghampiri kami.
“Han, pulang yuk.” dia menggandeng tangan Reihan dan mengajaknya  pulang.
“Pay, aku duluan ya” pamit Reihan padaku.
“Iya, hati-hati Reihan, bawa pulang kenaya selamat sampai rumah ya” Aku menggoda dia dengan Kenaya sambil mengedipkan mata.
“Beres bos” ia beranjak pergi dengan mengacungkan jempolnya padaku sambil tersenyum manis,  bahkan sangat manis untukku.
“Sabar ya Fe” ketiga sahabatku menenangkan perasaanku yang memang sedang hancur melihat kerbersamaan Reihan dan Kenaya,mereka bertiga merangkul pundakku. Cuma sahabat yang tidak pernah absen ketika kita sedang membutuhkan tempat untuk bersandar.

***
Hubunganku dan Reihan masih seperti biasanya, hanya saja aku sedikit menjauhkan diri darinya,aku hanya ingin menjaga perasaan seorang perempuan disampingnya, yaitu Kenaya. Reihan masih sering mengirimku sms entah itu sepulang sekolah ataupun malam hari. Dia masih tetap sering bercerita tentang bola padaku, terutama tentang club bola kesukaannya yaitu Chelsea dengan pemain bola favoritnya Frank Lampard, aku yang awalnya buta tentang dunia persepakbolaan menjadi tau tentang bola darinya. Reihan dan Kenaya sudah bersama-sama sekitar hitungan 1 bulan.1 bulan terasa sangat lama bagiku.Tidak seperti ketika waktuku bersama Reihan sebelum ia mengubah statusnya menjadi berpacaran.
Aku terus menjalani hidupku seperti biasa, walaupun aku merasakan kemonotonan yang sangat luar biasa. Ini karena Reihan yang tidak selalu ada disampingku seperti sebelum-sebelumnya. Aku merindukan kebersamaan kami, aku merindukan perang  mulut kami, aku merindukan dia memanggilku dengan sebutan ‘kura-kura Pay’, aku merindukan godaan teman-teman yang menggangguku dengannya, aku merindukan Narendra Reihan!

***
Saat siang hari menjelang sore,aku tertidur di kamarku dengan pulas, ritual yang sangat amat jarang kulakukan.
‘Ke café tempat bisa sekarang!’ Reihan mengirimiku sebuah pesan.
Aku langsung membalas smsnya ‘Untuk apa Rei?’
Beberapa detik kemudian langsung ada balasan darinya ‘Ada deh, datang sekarang pokoknya, gak pake lama ya. Jangan lamban kayak kura-kura’
Aku tidak lagi membalas smsnya, aku langsung mempercepat gerakan untuk bersiap-siap menuju café yang di maskud dengan sepeda motor, sambil bertanya-tanya dalam hati ada apa pada Reihan dan apa yang akan Reihan bicarakan. Cuaca sore ini sangat cerah, matahari bersinar seperti sedang bahagia. Sepuluh menit aku tiba di café. Aku membuka pintu lalu mencari sosok Reihan dan mendapati ia duduk di meja yang berkursikan untuk dua orang dengan kemeja biru, celana jins panjang dan sepatu kets hitam putih. Dia tersenyum melihatku yang sedang melihat ke arahnya.
“Sini” dia memangilku dengan menggunakan isyarat tangannya yang melambai-lambai.
Aku duduk di depannya.”Ada apa Rei?” aku membuka pembicaraan.
“Haha to the point amat sih, pesan makanan dulu. Kami mau pesan apa? Jangan es ya” Dia masih hafal kesukaanku pada es krim dan dia juga yang sering melarangku memakan es.
“Iya,iyaa. Aku pesan apa aja,terserah” kataku dengan muka setengah ngambek karena ia tidak membiarkanku menyeruput es krim.
Suasana kembali diam, lagi-lagi seperti ada yang sedang kami pikirkan di otak kami masing-masing.
“Pay, aku udah putus sama Kenaya” ucap Rei tiba-tiba dengan muka serius.
“Hah? Putus? Kok bisa?” aku kaget mendengar ucapan yang keluar dati mulu Reihan.
“Iya,kemarin semuanya selesai”
“Tapi kenapa Rei? Bukannya kamu sayang sama dia dan dia juga sayang sama kamu kan?” Tanyaku sangat penasaran.
“Kamu gak sayang sama aku Fe?” Kata Rei tiba-tiba dengan mimik muka serius menatap mataku.
“Maksudmu?”
“Fe, selama ini kamu gak sadar ya kedekatan kita itu sendiri udah lebih dari teman ataupun sahabat. Selama aku dengan Kenaya, aku merindukan kamu Fe, aku kangen muka cemberut kamu ketika sudah kalah saat kita sedang perang mulut, aku kangen semua perhatianmu yang sempat hilang selama dua bulan ini. Dan Kenaya tau kalau aku menyayangimu Fe. Aku kangen kamu” jelas Reihan panjang lebar padaku sambil menatap mataku lekat-lekat.
“Reii…” mulutku tidak bisa berkata lagi.
Kata-kata Reihan barusan membuat sekujur tubuhku menegang kaku. Nafasku seperti terhenti. Daya pikirku lenyap seketika.
“Fevita aku sayang kamu melebihi teman. Bukannya kamu pernah bilang padaku, cinta datang karena keterbiasaan yang tidak tersengaja” kelembutan suara Reihan terdengar sangat nyaman di hatiku. Mata Rei menatapku dalam-dalam, seolah ingin menemukan isyarat sekecil apapun dibalik mataku.
Andai Reihan juga tau, aku menyayanginya juga lebih dari sekedar teman selama ini. Bahkan mungkin lebih dari pada Kenaya menyayanginya. Tapi aku tidak bisa mengatakannya pada Reihan. Aku tertegun, tenggelam dalam kebimbangan yang tak terpahami.
Ternyata hujan mulai bernyanyi diluar sana mengetuk atap café ini dan hawa dinginnya pun menyelinap melalui jendela-jendela kecil di beberapa sudut café. Lagi-lagi hujan turun dengan tiba-tiba, padahal jelas-jelas tadi matahari masih bersinar terang. Hujan turun seperti ingin mewakili isi hatiku yang ingin menangis.
“Fe, kok diem?” Reihan menyadarkanku dari lamunanku. Ia masih memberiku senyum manisnya yang selalu ku suka dan tangannya meraih tanganku, menggenggamnya erat-erat.
“Reihaan, aku udah nganggap kamu sahabat aku. Dan harusnya status itu tidak boleh berubah menjadi lebih dari sahabat” aku mengatakannya. Sangat berat saat mulut mengatakan hal yang tidak sesuai dengan hati.
“Tapi kenapa Fe?” Tanyanya lagi dan aku baru sadar, dari tadi ia memanggilku dengan ‘Fe’ bukan ‘Pay’.
Banyak hal yang tidak bisa aku katakan langsung. Aku sadar, kalau kamu menjadi kekasihku, kamu akan makan hati. Tiap  hari, kamu akan repot karena tingkahku. Tiap minggu mengecek handphoneku dan men-delete semua sms dari orang-orang yang mengangguku. Bukannya aku tidak suka, hanya saja aku takut itu semua nantinya membuat perpecahan di antara kita. Jika nanti kami berpacaran dan seandainya putus, maka aku dan Reihan akan jauh,Pasti! Dan aku takut bakal jauh dari Reihan. Aku lebih memilih untuk menjalani semuanya seperti semula, bersahabat. Walaupun ingin rasanya berteriak mengatakan ‘Ya Reihan, aku sangat sayang sama kamu’
“Pokoknya gak bisa Rei. Udah yuk pulang nanti hujannya keburu deras” Pintaku padanya sambil berdiri dari kursi dan bersiap-siap beranjak keluar café.
“Iya,iya.hmm,Fe…tunggu!” Reihan menarik tanganku.
“Kenapa Rei?”
“Eh, gak,gak..kenapa-napa kok, yuk pulang” Dia menggenggam tanganku erat dan jalan menuju pintu keluar.
Aku dan Reihan pulang dengan satu sepeda motor, ia tidak membawa sepeda motor ketika kesini. Ia mengendarai sepeda motorku dengan tidak terlalu cepat. Sedangkan hujan sudah mengeluarkan butiran-butirannya dengan lebat sore ini.Di sepanjang perjalanan pulang, kami hanya berdiam diri, seolah tak ada lagi kata-kata yang bisa diucapkan. Cuma tangan kami terus saling genggam, Reihan menggenggam tanganku dengan satu tangan sedangkan tangan satunya lagi pada kemudi motor. Kami sama-sama tak ingin melepaskan, seakan takut kehilangan satu sama lain.
Di tengah derasnya hujan,tanpa aku pinta cairan hangat yang asin mengalir pada pipiku, hujan mencampurkan adukkan air mataku dengan tetesan-tetesannya dan juga menyamarkan kata-kataku saat aku mengatakan sesuatu pada telinga Reihan “Aku sayang sama kamu Narendra Reihan”.
Hujan semakin deras turun membasahi bumi dan itu membuat tubuhku terkena percikan airnya. Ternyata aku lupa menutup jendela kamarku saat aku tertidur, aku terbangun dari tidur siangku dengan mata sembap. ‘Aku menangis saat tidur?’ tanyaku dalam hati. Ya ingatan mimpi itu masih sangat segar, saat aku tertidur tadi Reihan beserta hujan ini singgah ke mimpiku dan dia mengatakan hal yang sangat ingin aku dengar.



Cerpen ini hasil karyaa aku, tapi sedikit banyak dari kata-kata cerpen ini terinspirasi dari kak Dwitasari :) Terimakasih kak Dwitasari
                                                               

Jumat, 01 Juli 2011

Burung-Burung Kertas

(surat dari Eros untuk Jingga)
Untuk Jingga,


Saat elo baca surat ini, mungkin gue udah dalam perjalanan ke Singapur. Gue seneng banget elo udah masakin gue tiap hari. Jujur aja, makanan elo membuat hati gue seneng. Gue minta maaf gie nggak datang waktu itu, gue telat baca surat elo. Timing adalah hal yang sangat penting dalam cinta, dan gue slalu terlambat. Gue harap elo bisa maafin gue. Di dalam toples ini ada 999 burung kertas. Ada seorang teman yang pernah bilang, kalo elo ngelipat 1000 burung kertas impian elo bisa tercapai dan elo bisa bahagia. Teman itu juga yang memberikan burung kertas ini. Tapi impian gue udah berakhir sebelum burung kertas ini diberikan ke gue. Burung kertas ini udah nggak berguna lagi buat gue. Gue pengen elo ngeliat burung kertas yang ke-1000 biar elo bisa mencapai impian elo dan elo bisa bahagia.



Dari Film : 'Burung-Burung Kertas'


Aku suka kutipan film diatas, karena tentang burung-burung kertas. Aku memang udah sering dengar tentang burung kertas yang jika dilipat sebanyak 1000 burung maka impiannya akan terwujud, klise memang, tapi itu juga yang sebenarnya banyak orang lakuin. Aku sendiri juga ngelakuinnya, aku baru ngelipat kurang lebih 20 burung kertas, tapi terhenti karena hmm karena aku sendiri bingung tujuan aku ngelipat burung kertas itu karena sebagian alasan aku udah terbang, terbang sebelum aku sempat menyelesaikan 1000 burung kertas.

Welcome July

Always be my month, July :)